If Book Disappear from My Life

 Hai, ketemu sama aku lagi, Yuka_Chau.

Kali ini aku mau sampaiin perasaanku tentang buku.

Nggak ada rencana sih, Jadi, maaf ya kalau bahasannya ngalor ngidul. Dan sialnya aku ketik ini pas tugasku belum selesai. Bisa-bisanya diriku.


Oke, sesuai judul, gimana kalau aku selama ini nggak punya minat baca buku atau buku koleksiku dihilangkan dari hidupku?

Topik ini terpikirkan olehku ketika aku rebahan sambil mandangin rak buku yang berisi koleksiku 7 tahun terakhir. Nggak kebayang ngumpulin mereka ternyata perlu perjuangan.

Btw, kalau kalian mau sharing soal koleksi kalian komen ya. Kita sharing bareng.

Aku itu udah tertarik baca mulai dari kecil, nggak inget umur berapa. Awalnya sih, tertarik sama lagu dulu. Sok nyanyi bahasa Inggris padahal nggak hapal lirik hahaha. Terus mulai dibeliin kaset operet bobo yang misteri naga ungu. Puter deh sampai bosen. Langganan bobo sama donald bebek juga.

Pokoknya memang dari dulu hidupku nggak pernah jauh dari cerita. Entah itu lewat film atau buku atau majalah. 


Terus mulai masuk SD, tongkronganku nggak jauh-jauh dari perpustakaan. Istirahat ke perpus, jam kosong ke perpus juga. Bahkan aku pernah sampai lupa dateng ekskul gara-gara keasikan baca di perpus. Pas masa-masa ini tuh, aku ambil aja semua bacaan. Sampai pas kelas 6, temenku bawa komik dan ternyata isi adegan ciuman. Dia sempet bilang kalau adegan itu tuh artinya ucapan salam dari Amerika. Bodohnya aku percaya aja. Sumpah kalau inget itu berasa bodoh banget aku hahaha.


Lanjut pas SMP, masih setia dengan perpustakaan tentunya. Aku yang lebih tertarik dengan buku fiksi, hampir semua buku fiksi bergambar di perpustakaan sudah aku baca. Dari sana pula aku tahu ternyata presiden Soekarno punya istri banyak. Terus temenku mulai kenalin aku sama detektif conan sampai aku ngebucin sama conan. Rela nonton conan dengan subtitle bahasa Inggris padahal bahasa Inggrisku dibawah rata-rata. 

Kalau inget perjuangan dulu nonton tuh bener-bener istimewa banget. Aku nontonnya sambil bawa kamus. Tiap 2 detik di pause buat translate subtitle nya. Dan dengan itu pula, aku mulai bertekad buat belajar bahasa Inggris. Ya sekarang not bad lah,

Pas aku kelas 2 smp atau kelas 8, itu tuh lagi jamannya booming anime kuroko no basket. Tapi nih ya, ketika temenku lagi demam kurobas, aku malah makin bucin sama conan. Bodo amatlah sama kurobas. 

Seiring aku nonton anime, aku juga mulai sewa komik (uang bekalku jaman itu ga cukup buat beli). Naik ke kelas 9, aku mulai tau banyak judul anime, novel, dan gabung wattpad juga. Mulai nabung buat beli komik sama novel. Dan dari sanalah, perjuanganku mengumpulkan koleksi dimulai.

Mulai dari yang awalnya cuma 2 buku pertahun, aku bisa beli belasan buku per tahun, sampai tahun kemarin yang sudah mencapai 42 buku per tahun. Aku bahagia banget bisa dapetin mereka walaupun usahanya berat banget.

Awalnya nenekku selalu sinis, karena uangku habis terus buat beli buku. Pertamanya aku diemin, beli diem-diem buku, tapi tetep aja ditauin kalau ada buku baru nengger. Terus karena capek disinisin terus, aku bilanglah. 

"Semua buku yang ada di rakku itu buku yang berguna. Aku belajar dari sana." untungnya nenek aku ngerti. Jadi, aku bisa koleksi buku tanpa halangan. Awalnya, tapi tetep aja akhirnya ditegur kalau beli buku kebanyakan.

Udah, jalan aja tuh, duit dengan lancarnya keluar dari kantong tiap ke toko buku. Semakin lama semakin tahu banyak judul, semakin sering beli, dan semakin tahu banyak penulis. Tentunya banyak dapet ilmu juga.

Kemewahanku menikmati buku dengan santai berakhir sampai di sini. Di tahun terakhir SMA, aku punya masalah sama Mamakku. Saat itu, aku akan graduation. Aku menolak karena Mamak memilihkan salon mahal untuk riasanku. Aku menolak karena mahal, tapi selain itu juga karena gedung yang kami gunakan sangat panas dan hiburannya nggak se-wah sekolah lain. Pikirku, ngapain aku buang-buang uang untuk hal seperti itu. Lagipula, aku tidak merasa ada hal yang harus dibanggakan dari diriku saat itu. 

Namun, belum selesai aku mengutarakan semua alasannya, Mamak marah. Mungkin saat itu Mamak mengingat kkejadian ketika aku dan adikku membicarakan novel Sherlock Holmes seharga 800an. 

"Itudah, novel dibeli 300 bisa, giliran graduation gabisa."

Aku yang kesal karena tuduhannya tidak benar marah, namun aku diamkan saja. Kemudian aku kirimkan pesan "Aku beli novel dengan uangku sendiri, uang tabunganku. Aku nggak pernah lalai beli LKS, bensin, ataupun keperluan sekolah lainnya. Aku tahu prioritas." satu hal yang aku tidak beritahu, harga novel yang kubeli pada masa itu, tidak pernah melebihi 100k. Pesanku hanya dibaca, lalu aku hanya menurut saja dengan permintaan Mamak.

*fyi, ketika SMA, aku tidak pernah meminta uang lebih untuk membeli LKS, bekalku yang hanya 10k(kadang 15k) harus aku upayakan untuk keperluan sekolah, bensin, dan juga hobiku. Jadi, tahu kan kenapa aku marah karena koleksiku disinggung?


Masuk kuliah, aku mendapatkan beasiswa dan juga mulai kerja sambilan. Kembali lagi, uangku selalu habis untuk hobiku *oke nggak selalu habis buat hobi kok, balik lagi, prioritas. Kebutuhanku tidak pernah tidak aku penuhi. Beruntung, dan aku bersyukur. Tapi yang namanya tidak suka, selalu saja ada. Tidak secara langsung, tapi tetap saja aku tahu maksudnya mengatakan koleksi bukuku tidak berguna.

Padahal, aku benar-benar selektif membeli novel. Karena aku tidak bisa asal beli, aku berkomitmen, buku yang ada di rak bukuku, adalah buku yang berguna untuk aku. Secara tersirat ataupun tidak. 

Tidak hanya satu dua orang yang mencemooh koleksiku, banyak. Sampai ada temanku yang berkata seperti ini "Kamu pasti nggak pernah bisa nabung dengan koleksi ini ya,"

Sekali lagi aku marah. Memangnya dia siapa sampai mengurusi tabungan milikku? Siapa dia yang berhak mengatur keuanganku? Tapi aku diamkan saja, malas berdebat dengan orang seperti itu.


Jika ingat perjuanganku akan cemooh orang-orang terhadap buku, aku ingin menangis. Lingkungan rumahku bukanlah lingkungan gemar membaca, bahkan aku dicemooh keluarga sendiri. Pikiran orang tua selalu menganggap buku cerita atau fiksi tidak mengandung ilmu. Padahal, zaman sekarang, dari film pun kita bisa belajar.

Lalu, ketika aku membelikan adik sepupuku buku, kembali, ada ucapan "Ngapain beli buku? nggak guna tau. Umur segitu mana bisa paham. Nanti juga bukunya ditaruh sana-sini" Demi Tuhan, rasa marahku sudah sampai ke ubun-ubun. Umur adik sepupuku sudah menginjak 5 tahun. Dan itu umur yang sangat cocok untuk mengenalkan pada buku. Dan apa? buku tidak berguna? Pengen kulempar ke neraka jahaman orang-orang seperti itu. Terus kalau tidak buku, anak umur segitu mau diajarin ngapain? main gadget? *elus dada*


Satu hal lagi, aku itu orang yang sangat keras kepala dan menghargai usaha. Terbukti aku marah ketika itu berurusan dengan koleksiku. Tidak ada seorang pun yang boleh merusak koleksi milikku. Tidak ada yang boleh mencampuri urusan keunganku selama aku masih bisa memenuhi kebutuhanku. Aku juga pernah marah pada adikku karena melepaskan sampul novelku. Aku benar-benar marah. Karena aku begitu menyayangi barang yang aku beli susah payah. Aku tidak akan peduli pada orang-orang yang berteriak, menjelekkan, mencemooh koleksiku, selama koleksiku itu tidak terbukti memberikan pengaruh buruk padaku.

Biarkan orang lain memandangku sombong atau judes, aku hanya nggak mau barang yang sudah kubeli dengan usaha dan kurawat seperti anak sendiri (bkn endorse) dirusak oleh orang lain.


Sampaikan ini pada orang tua kalian, semoga orang tua kalian memahaminya.

Ada istilah, buku adalah jendela dunia. Dulu aku juga tidak menganggap hal itu benar. Sampai pada di titik ini, akhirnya aku paham. Dengan buku, wawasan kita benar-benar bertambah. Jendela-jendela ilmu pengetahuan terbuka lebar. Banyak informasi yang aku terima dengan membaca buku. Tidak berdampak secara langsung, namun ketika kita mengetahui banyak hal, seakan semua hal dalam hidup berubah. Mulai dari memandang orang lain, menerima perbedaan, dan menghadapi hal lainnya. Efeknya tidak bisa kusebutkan satu-satu karena mindset ku berubah, semakin dewasa, setelah membaca buku demi buku.

Lalu mengenai buku fiksi, sekarang sudah banyak buku fiksi yang menyelipkan ilmu pengetahuan di dalamnya. Bukan hanya tentang romansa, tetapi juga tentang keluarga, sebuah hubungan, atau mungkin hal lainnya. Dengan membaca buku, kita juga harus memahami apa yang ingin disampaikan penulis. Dengan begitu, kita juga bisa mendapat pesan dan ilmu dari bacaan kita. Tingkat literasi Indonesia masih rendah lho, gimana mau maju, kalau masyarakatnya masih tidak senang membaca dan memahami bacaan yang dibaca?


Dan jujur, aku tidak siap kehilangan semua buku yang membuatku berselancar mengarungi dunia, aku tidak akan pernah siap.


P.S : Nanti aku share buku yang membuatku belajar banyak :D


See you

Singaraja, 30 Juni 2021


Yuka_Chau

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REVIEW All That is Lost Between Us

REVIEW Tentang Kita Yang Tak Mengerti Makna Sia-Sia

#BeraniKePsikeater Part 3